#Aku Ep.01 - "Ketua Kelas"
[[CURHAT MODE ON]]
Pukul 22.30 PM
Tiba-tiba dibangunin tidur.
Agaknya memang tadi sehabis shalat isya ketiduran di masjid karena ketika baca
Al Quran 4 surat udah mulai sayup-sayup kedengerannya. Mungkin karena seharian
nggak tidur, dan tadi cukup duduk dengan perasaan bête. Jadi sengaja tiduran,
dan akhirnya ketiduran beneran.
Tapi aku bersyukur dengan sangat
dalam, Allah bangunkan aku di jam 22.30 lewat ka Miming dan dengan pikiran
langsung mengarah ke tugas online. Meski aku tahu batas pengumpulannya besok,
aku juga lebih tahu besok jadwalku adalah masak, tapi kalau nggak dikerjakan
malam ini, besok nggak akan bisa dikejar. Langsung turun ke kamar, ganti mukena
dengan pakaian lengkap, pakai jilbab, dan turun ke lantai 1. Masuk kantor,
ternyata masih ada orang di kantor. Alhamdulillah, ada temennya.
Terus apa hubungannya dengan
menulis?
Buat sebagian orang, menulis
adalah pekerjaan. Tapi bukan buat aku. Menulis adalah healing buatku. Dari
sehabis isya sebenernya tadi udah mikir, nanti turun mau nulis mau nulis ini
itu, tapi nggak kesampean karena tidur, dan sekarang waktunya. Nggak semua
tulisan untuk dibaca. Jadi kalau kalian merasa akan buang waktu karena akan
membaca cerita kosongku ini, boleh skip dan tinggalkan. Aku nggak begitu muluk
muluk soal pembaca tulisanku. Aku cuma suka ketika tulisanku layak dibaca orang
dan dinikmatinya, bukannya menjadi beban setelah membacanya. Terimakasih.
Oke.
Kenapa buatku, menulis adalah
obat? Jawabannya karena aku punya hasrat bicara dan bercerita yang banyak, tapi
aku nggak punya teman. Aku suka menulis, agar seluruh ceritaku habis tanpa
peduli aku menceritakannya ke siapa. Dengan menulis yang ku up di blog, maka
aku berharap seseorang membaca dan tahu apa yang kumaksud. Walaupun nggak
sedikitpun aku dapat feedback, tapi nggak masalah sama sekali. Aku tetap hidup,
dan ceritaku tetap dibaca, entah oleh siapa.
Nggak menebar energi negatif,
meski nggak memberi energi positif juga. Pokoknya membuat sesuatu yang
disenang, nggak bermanfaat, tapi nggak merugikan orang lain. Aku rasa misi ini
cukup untuk menjawab kenapa aku suka menulis random tentang sesuatu.
Sebenernya aku mulai suka menulis
sejak SMP. Sejak masuk asrama. Entah gimana alurnya aku selalu jadi ketua kelas
kalau nggak salah ketika kelas 3 SMP, dan hampir selama periode SMA dari tahun
2013 – 2016, bahkan ketika kelas 13, dan belanjut ke kelas atas berikutnya yang
selalu ditunjuk tanpa label, pernah ketua OSIS waktu kelas 2 SMP, wakil ketua
OSIS waktu kelas 1 SMA, dan selalu jadi ketua bidang di segala aktivitas atau
kelompok apapun. Kamu tahu apa pentingnya aku menyebutkan semua itu? Pentingnya
adalah, semua hal yang penuh tanggung jawab itu dibebani rasa kepercayaan orang
atas kemampuanku memimpin teman-teman di asrama. Mungkin bagi beberapa orang
itu hal sepele bukan. Ketua kelas, ketua OSIS di dunia ini bukan cuma aku, dan
aku sadar itu.
Ya. Mungkin bagi sebagian yang
pernah ngerasain tugas yang sama, itu hal sepele. Ya. Nggak papa kok. Itu
wajar. Tapi buat aku, amanah seperti itu nggak sama ketika kamu berada di
asramaku. Aku bukan mau bilang bahwa asramaku menyeramkan, aku cuma mau
menyampaikan, dari sudut manapun, jobdesk seorang ketua dimana-mana sama, tapi
cakupan di asrama jauh lebih luas dari yang kamu kira. Jujur aku cukup
terbebani selama dapat tanggung jawab itu semua, karena :
- Semua orang menganggap kadar dewasaku jauh lebih tinggi dibandingkan teman lainnya. Mereka menganggap kemampuan memimpinku lebih baik dari temanku yang lain. Dan itu jadi beban. Aku sampe nggak bisa berbuat seolah-olah aku anak-anak ketika itu. Aku nggak cari teman karena aku nggak ingin siapapun tahu tentang aku yang sebenernya terlalu lemah. Aku cengeng tapi gabisa cengeng. Malu dibilang kekanakkan. Bahkan sering disalah-salahin ketika aku melakukan suatu hal yang menurut mereka nggak dewasa, padahal saat itu aku juga manusia, punya hak untuk menangis dan minta diperhatikan.
- Aku jadi tegas. Baik atau tidak? Baiiiik, baiiiiik banget. Ini hal positif banget buat siapapun kan. Tapi tahu apa akibat negatifnya buat aku? Saking aku nggak mau dapat respon negative orang tentang temen-temenku, aku sering kelewatan marah. Entah sejak kapan aku jadi tempramen. Entah sejak kapan suaraku jadi lantang dan keras. Entah sejak kapan nada bicaraku jadi ketus. Dan entah sejak kapan aku jadi peduli soal sikap orang ke aku. Menilai pantas dan tidak pantasnya sikap orang ke aku. Sampai suatu hari aku dimarahi karena terlalu sering marah. Dikira aku menyimpan dendam, dikira aku sedang punya masalah, padahal masalahku adanya di setiap hari dan aku nggak tahu harus bilang apa. Aku harus jawab apa ketika aku diminta menjelaskan alasan kenapa aku marah.
- Takut salah padahal aku tidak sempurna. Sampai kapanpun, manusia nggak punya hak memenuhi kesempurnaan. Tapi entah bagaimana, aku nggak bisa menoleransi kesalahanku sendiri. Aku sering menghukum diri dengan menarik diri dari lingkungan sosial, padahal aku tipe ekstrovert. Ketika aku melakukan kesalahan, aku nggak berani cerita ke siapapun. Takut kesalahanku dijadikan pemakluman dan akhirnya dipakai semua orang dengan alasan, “Ossid juga ngelakuin itu kok”. Aku sering kabur dari lingkungan ramai, mengurung diri di satu tempat, ngebiarin diri nangis sendiri sampai berlarut-larut dan membayar kesalahan dengan berbagai gaya.
- Aku jadi cengeng. Entah sejak kapan, aku jadi suka nangis. Lihat sesuatu yang nggak bener nangis, melakukan kesalahan nangis, habis dimarahin nangis, habis marah nangis, kasar dikit nangis, ga diterima nangis, ga didengerin nangis, dan semuanya ditangisin. Bahkan sejak kelas 13 dan sudah punya kebebasan untuk keluar asrama sendirian, aku jadi makin suka bikin tulisan dan masuk dunia fotografi. Dua duanya healing. Untuk memaafkan kesalahan dan menghindari dendam. Semua tulisan dan foto yang kuambil punya makna masing-masing lewat cerita pengambilannya. Dan sekali lagi, aku nggak pernah berusaha membagi dengan siapapun. Karena aku takut salah padahal aku tidak sempurna.
- Aku nggak bisa percaya siapapun. Ini hal paling pahitnya. Kalau semua orang sadar, aku nggak pernah cerita masalah pribadi yang konsumsinya menurutku nggak umum. Aku akan cerita dan menangis ketika masalahku memang tanpa kuceritakan akan terbuka sendiri. Aku punya sahabat di asrama, kakak kandungku, dan teman kampus, tapi nggak ada masalah pribadi yang krusial yang bisa kuceritakan sama mereka. Aku nggak bisa percaya siapapun. Aku terlalu takut pandangan orang kepadaku setelah mereka dengar tentang masalahku, tentang cara penerimaan mereka ke aku setelah aku menceritakan seluruh masalah pribadiku. Jujur selama aku dapat tanggung jawab sebagai ketua ini itu, aku jadi nggak suka bekerjasama. Aku suka kerja sendiri yang hasilnya bisa dipertanggung jawabkan sendiri oleh aku sendiri. Jadi ketika ada masalah karena hasil tersebut, aku tidak akan menyalahkan siapapun. Aku suka kabur sendirian saat sedih, atau marah, tujuannya agar ketika ada kesalahan dalam perjalanan, aku bisa memarahi diriku sendiri. Aku benci bekerjasama dengan orang lain, karena suatu hari aku pernah mendapat masalah karena anggotaku, dan dia dapat perlakuan lebih kasar yang nggak bisa diterima oleh dia dan akhirnya sedih berkepanjangan. Aku menganggap nggak ada manusia setambeng aku. Itu aja.
Aku kira lima alasan di atas
cukup untuk kasih tahu kenapa aku selalu merasa punya beban.
Tahu apa yang paling berat
buatku. Selama jadi ketua di segala bidang itu, aku sering mengakui kesalahan
yang nggak pernah aku buat. Aku mengaku memulai suatu majelis tanpa bertanya
pada atasan, padahal temanku yang melakukan, sampai aku terancam nggak naik
kelas karena kelancanganku yang dibuat-buat itu. Aku pernah dimarahi
habis-habisan di depan satu asrama, karena aku mengaku sengaja meninggalkan
gelas dan piring bekas makan di ruang makan, padahal enggak, itu nggak tahu
punya siapa. Kata kata paling sering yang aku lontarkan adalah, “Nggak kok, itu
Ossid yang minta”. Aku pernah disiram air karena mengatakan “Iya saya yang
nggak pernah mengingatkan,” ketika satu temanku lupa melakukan tugasnya.
Aku nggak ingin culas dengan
terlihat sok pahlawan di depan semua orang. Aku nggak ada niatan untuk merasa
bangga dengan segala pengakuan kesalahan yang dibuat-buat, toh sampai kapanpun
semua orang tahu, berbuat salah nggak ada keren-kerennya. Aku nggak ada niatan
ingin menjatuhkan siapapun dan merasa bersalah atas kesalahan yang dibuatnya
tapi diakui oleh aku. NGGAK SAMA SEKALI!
Aku cuma ingin semua urusan jadi
mudah. Karena apapun hasilnya, aku tetap ketua yang akan punya tanggung jawab
dan dimarahi ketika anggotaku dimarahi. Jadi tidak mengaku pun aku dapat
imbasnya, malah lebih ribet karena aku harus dimarahi karena ini dan itu.
Mengurus ini dan itu. Mencari orang yang berhubungan dengan masalah ini dan
itu. Tapi lain cerita bukan ketika aku yang mengaku. Masalah itu hanya terpusat
di aku. Aku nggak perlu tanya orang lain. Aku nggak menyeret siapapun. Karena
apapun jenis masalahnya, nggak ada orang yang suka terseret dalam arus masalah.
Iya kan?
Dan hal itu masih sering terjadi
sampai hari ini. Haha
Semenarik itu hidupku. Mengakui
kesalahan yang tidak kuperbuat jadi hobi. Dimarah-marahi bahkan disidang dengan
santai sambil bergumam, “paling gitu-gitu doang kalimatnya,”.
Ya Allah maafin hamba-Mu yaa.
Jadikan aku selalu orang yang bersyukur. Dekatkan aku dengan orang-orang baik.
Amiin.
Makasih aku sudah menjadi kuat
selama ini… :)
@ossidduha
14420
Komentar
Posting Komentar