PATAH
Hai… apa
kabar?
Oh iya,
gimana tugas-tugasmu? Cepat terselesaikan kan. Kebiasaan lupamu, masih terus
dipelihara? Haha. Biasanya kita dua orang yang mudah melupakan milik pribadi,
tapi saling mengingatkan satu sama lain. Lucu ya kita.
Baru sebulan
kayanya kita nggak banyak ngobrol, tapi rasanya kayak setahun ya. Maaf ya,
sudah nggak terlalu banyak membantu urusanmu, atau mungkin yang dulu bisa
disebut sebagai urusan kita. Oh iya, gimana kabar si dia? Eh, maaf. Aku kan
belum diberitahu ya. Kok sudah tau duluan. Hehe, maaf ya. Aku sering
menguntitmu, jadi nggak tahu bagaimana harus bilang bahwa aku tahu semuanya
tentang kamu.
Sejak kapan
sih kita begini ya? Aku masih ingat loh, gimana caranya kamu senyum yang nggak
pernah kamu perlihatkan di depan orang-orang. Kita sering cerita konyol, cuma
buat meramaikan suasana ruang yang sepi nyenyat. Sering cerewet kalau lagu yang
diputar bukan lagu kesukaan. Haha… kita ini dua sejoli yang akrab loh, kata
orang-orang. Aku juga mengira begitu. Aku pikir kedekatanku denganmu sejak
pertama kali bertemu sudah menabung banyak rasa di antara kita. Setidaknya rasa
memiliki sebagai seorang sahabat. Nggak tahu sejak kapan, kalau aku sudah
merasa klik dan senang berteman dengan seseorang, maka aku akan mematahkan
semua pikiran realistis buruk tentang orang itu. Yaa, contohnya kamu.
Kamu tahu
nggak, waktu pertama kali kamu bisa jadi teman kerjaku, semua orang bilang
bahwa aku beruntung karena bisa bekerjasama denganmu. Padahal aku nggak merasa
begitu. Tapi setelah mencoba menelaah tentangmu, melakukan riset sikapmu dan
semua yang berhubungan denganmu, memikirkanmu jadi hobiku. Entah kenapa,
perlahan aku berani menuliskan namamu di dalam pikiran. Sadar nggak? Aku nggak
pernah bilang 'Tidak' ketika kamu minta bantuanku. Sekalipun, yang kamu minta
bukan hal yang sepertinya bisa kukerjakan.
Diam-diam
mengintip kehidupan pribadimu. Membereskan mejamu saat kau selesai bekerja. Dan
menjadikan kiasan tentangmu di setiap prosa cinta yang kubuat. Aku bahkan
menambatkan tentangmu di beberapa puisi limited
edition yang kubuat. Menghalau orang-orang yang berusaha bercerita buruk
tentangmu. Aku nggak pernah tuh, percaya cerita teman-temanku tentang kamu yang
enggak-enggak. Pokoknya, buat aku kamu nomor satu. Waktu aku suka sama kamu,
aku juga sudah suka dengan seseorang duluan. Tapi melihat situasinya, waktu itu
aku lebih percaya kamu adalah orang yang bisa diandalkan.
Tentu. Kamu
orang yang pintar. Bahkan perasaanku jatuh pertama kali pada ekspresi bicaramu
yang sangat hebat. Bahasamu yang tertata dan sikapmu yang sangat elegan itu
membuatku mantap bahwa kamu orang yang benar-benar aku cari. Bahkan yang jarang
aku lakukan, aku menyamakanmu dengan tipe lelaki idamanku. Aku sadar diri aku
punya tipe lelaki idaman yang rumit, dan aku merasa nggak akan pernah lihat
lelaki impianku di dunia nyata. Tapi pertama kali dalam seumur hidupku, kamu
kumasukkan dalam riset, apakah karaktermu cocok dengan tipe idamanku.
Nihil!
Gagal!
Kecewa!
Sedih!
Kamu tahu,
aku patah. Jatuh hatiku berubah patah hati, dan berbuah sakit hati. Benar-benar saat itu aku nggak
tahu gimana caranya mengungkapkan rasa kecewaku. Semua isi kepalaku tentangmu
mendadak meledak. Menghancurkan istana kerajaan hati yang sudah aku bangun
diam-diam, yang kuharap buat kamu. Hancur!
Sikap
elegan yang aku gaung-gaungkan ternyata cuma cover dari ilusi permainan
hatimu. Aku tidak lagi mengidola, malah menganggapmu bala. Terus menyalahkan
diriku sendiri tentang persepsiku yang terlalu baik tentangmu. Sampai aku
berada di titik dimana hobi memikirkanmu berubah jadi ingin memuntahkanmu.
Awalnya aku
cemburu. Benar. Aku menilaimu dengan subjektif saat pertama kali mencoba untuk
membencimu. Tapi lama kelamaan, apa yang aku pertahankan tentang sikap baikmu
yang penuh dusta itu nggak pernah ada di dalam dirimu yang asli. Kamu terlalu
tebal mengenakan topengmu. Merias wajahmu terlihat tampan dan benar benar hebat
di hadapan orang-orang. Yang membuatku makin patah hati, kamu bukan hanya
membohongiku, tapi juga membohongi orang yang berusaha berbuat baik padamu.
Ternyata
waktu tiga tahun nggak menjamin kita untuk saling kenal. Aku pikir, aku sudah
menunjukkan siapa aku dengan terang di hadapanmu. Tapi ternyata, kamu
menjadikanmu pijakan untuk aku hanya mengetahui tentang kamu dua puluh lima
persen. Sisanya kamu dedikasikan untuk dia?
Haha..
Maaf ya. Aku
benar-benar marah dan sedih. Nggak tahu gimana harus bilang, bahwa kamu
benar-benar pecundang. Aku nggak bisa percaya bahwa kamu ternyata orang yang
sangat jauh dari ekspetasiku. Kehebatanmu membuatku jatuh hati nggak kamu
terapkan buat dia. Kamu mengemis. Hey, itu bukan kamu. Kamu membuatku jatuh
hati dan menunduk mengakuimu bahwa kamu adalah orang yang sangat hebat. Tapi di
hadapannya, kamu mengemis kasih. Memuja. Dan itu bukan kamu.
Tapi ternyata
aku yang tidak tahu ya, bahwa kamu profesional menjadikanku rekan. Nggak ada
hubungan lain yang diterapkan. Dan, perasaanku terus-terusan jadi bahan terkaan. Benar
begitu bukan?
Aku sudah
terlanjur patah.
Nggak bisa
berdiri dan melihatmu secara utuh lagi.
Bahkan aku
sampai nggak berani membuka obrolan.
Takut setiap
ucapanmu menjadi hujaman untuk aku sadari bahwa hati menjerit, “Lo bukan
siapa-siapa,”
Maaf sudah
mengganggu privasimu selama tiga tahun. Aku pikir waktunya cukup untuk membuat
akarmu membasah di tanah yang sama kita pijak. Ternyata, tunasmu tumbuh dan
berkembang di tanah lain. Aku terlalu berharap.
Ini bukan surat buat kamu. Kalau kamu nggak sengaja baca, semoga kamu sadar bahwa aku masih menyimpan hati buat kamu. Tapi rasanya, kali ini aku hanya menyimpannya saja, dan mungkin nggak akan aku ungkapkan. Terlalu susah buat aku menerima kamu yang tidak sesuai dengan dugaanku. Aku hanya bisa terus berharap bahwa kamu selalu baik. Maksudnya baik-baik saja. Jangan campakkan siapapun. Termasuk secara tidak sengaja.
Ini bukan surat buat kamu. Kalau kamu nggak sengaja baca, semoga kamu sadar bahwa aku masih menyimpan hati buat kamu. Tapi rasanya, kali ini aku hanya menyimpannya saja, dan mungkin nggak akan aku ungkapkan. Terlalu susah buat aku menerima kamu yang tidak sesuai dengan dugaanku. Aku hanya bisa terus berharap bahwa kamu selalu baik. Maksudnya baik-baik saja. Jangan campakkan siapapun. Termasuk secara tidak sengaja.
Semoga tunasmu
baik. Dan berbuah perasaan yang manis.
Bilang padanya,
aku sudah mundur.
Menyerah.
Kecewa,
dan lebih tepatnya
patah.
19719
Real?? ☺️😊🌻🌻
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusMaybe
HapusMeletup... Lebih tepatnya meledak banget ini, moga dia baca xixi
BalasHapusDuh dikomen orang hebat. Makasih sudah mampir ka😍
HapusWkwkwkwk
BalasHapus