My Man: Papah
Tulisan kali
ini sedikit berbeda. Mau mendedikasikan khusus untuk papah. Beliau sosok lelaki
yang jarang sekali aku narasikan kisahnya. Bukan karena tidak mau, tapi karena
beliau orang yang sangat tertutup untuk dijadikan sebuah narasi. Kadang karena
keacuhannya pada orang-orang membuatnya menjadi susah untuk diceritakan. Tapi
karena dua hari lalu Papah mengulang umur, tentu walaupun beliau tidak pernah
minta diucapkan tetap menjadi hari istimewa buatku.
Oh ya
perkenalkan, aku Ossid dari seorang pasangan suami istri yang banyak orang
panggil Bu Win dan Pak Djohar. Anak-anaknya secara pribadi memanggil dengan
panggilan mamah dan papah. Jadi aku salah satu yang memanggilnya begitu.
Mau
bercerita tentang beberapa fakta papah yang mungkin jarang ditemukan pada Ayah
ayah lainnya di luar sana. Namaku yang kata orang-orang aneh ini dibuat papah
sendiri. Aku nggak pernah menyesal sama namaku yang kata orang aneh. Justru aku
bersyukur, namaku yang paling beda ini membuat orang mudah ingat aku. Bukan hanya
teman-teman dekat, bahkan orang pertama kali bertemu akan menjadikan aku teman
uniknya karena dari sebuah nama.
Papah adalah
seorang laki-laki yang sangat lembut yang pernah aku temui. Dari aku kecil
sampai sebesar ini, aku nggak pernah lihat papah marah. Marah dalam arti bicara
kasar atau berbuat kasar sama anaknya sendiri. Buat papah, nggak ada yang bisa
diselesaikan dengan emosi. Selalu bangga sama papah yang konsisten nggak marah
di keadaan apapun. Bukan nggak marah
sama kelakuan anak sendiri yang kadang nyebelin, bahkan papah nggak pernah
mendukung anaknya marah ketika ada seorang yang berbuat jahat sama kita. Papah selalu
bilang, “Biarin aja mba,”
Yang paling
membedakan papah dengan papah-papahnya orang lain, ketika anaknya dinakalin
sama temennya, papah nggak pernah memihak siapapun. Papah nggak pernah membela
aku yang dinakali temanku dan memarahi temanku yang berbuat nakal. Papah juga
nggak pernah membela temanku dan pura pura memarahiku karena bertindak tidak
sopan, seperti di kebanyakan sinetron Indonesia. Papah orang yang adil. Justru
di saat seperti itu, peran papah berubah teman. Makanya, aku nggak pernah
sedikitpun punya dendam sama papah. Karena aku nggak pernah merasa dimarahi
sama beliau.
Begitupun sampai
sekarang. Ketika aku pulang dan cerita, “Pah, kemarin temenku kaya gini gini
dan blab la bla,”. Papah Cuma ngeluarin jurus tenangnya sambil nyeletuk,
“Namanya
juga manusia mba, kamu juga pernah emosi,”
“Marah nggak
papa, yang penting jangan dendam,”
“Biarin aja,”
“Orang
jangan dipaksa sempurna,”
“Yang paling
penting memaafkan, ”
Dan semua
kata kata yang tidak menyudutkan siapapun. Papah nggak pernah memberitahu untuk
membenci seseorang. Sekalipun dia benar orang yang jahat, papah nggak pernah
mengajarkan siapapun untuk membenci. Sampai sekarang aku udah besar, dengan
tingkat permasalahan yang bercabang, dan dengan cerita memihak diri sendiri,
papah Cuma selalu menanggapi dengan tenang,
“Kamu kaya
nggak punya Allah aja mba, serahin semuanya sama Allah,”
Siapapun
orang yang emosi ketika itu, pasti akan merasa disepelekan saat dengar nasihat
seperti itu. Tapi dari bahasa papah, aku banyak banget belajar, bahwa papah
nggak pernah menyalahkan aku atau orang yang jahat sama aku.
Dulu waktu
kecil, aku punya kakak yang beda umurnya Cuma tiga tahun sama aku, dan punya
adik yang bedanya juga Cuma tiga tahun sama aku. Semuanya perempuan. Dulu inget
banget, kalo berantem bener bener parah. Sampe pukul-pukulan barang ini itu,
lempar lemparan ini itu. Teriak teriak, nangis histeris, pokoknya drama banget.
Mamah yang pekerjaan rumahnya banyak dan setiap hari lihat kita yang nggak
berhenti berantem, pasti udah ikut emosi. Pasti mamah marah-marah. Tapi yang
namanya anak anak, bukannya mamah marah-marah didengerin, tapi mamah dikira
ikut meramaikan suasana. Tau nggak apa yang dilakuin papah? Awalnya papah Cuma bilang
gini,
“Emosi nggak
bisa dilawan emosi,”
Senyap.
Mamah diam.Papah pergi. Aku, kakakku, adikku yang lagi berantem nangis. Tiba tiba…
Byuurrrr!!!!
Papah nyiram
kita air seember. Terus dengan tenang bilang gini,
“Setan itu
senang liat kita marah, kata Rasul berwudhu. Papah bantuin ambilin air,”
Kita yang
lagi nangis seketika diem. Gimana nggak diem kan, namanya juga air seember,
pasti kedinginan. Tapi memang bener si, terutama papah kalau nyiram kita itu
bagian kepalanya. Tapi memang bisa mendinginkan. Pasti kalian pernah dengar kan
hadist Rasulullah SAW yang mengatakan bahwa cara meredam amarah yaitu dengan
bersandar, nggak bisa bersandar duduk, duduk masih emosi maka tidur, tidur
masih emosi juga, maka berwudhulah.
Memang
bener. Habis itu pasti kedinginan yang akhirnya buat nangis lagi udah nggak
kuat. Filosofinya Cuma air. Papah nggak pake marah marah sedikitpun. Bahkan setelah
mengguyur air ke kita, papah ikut bantuin beresin tempat yang basah dan bahkan
mandiin kita. Semua anak papah pernah diguyur air. Ketika kecil, memang kita
belum tau hadist kaya gitu. Kita Cuma taunya saat itu kedinginan. Dan menurut
kita, papah marah. Padahal, ketika dewasa tau tentang hadist ini dan itu,
barulah sadar kalau apa yang papah lakuin ke kita itu bukan karena marah.
Yang paling
bisa dibanggakan dari papah juga adalah, papah selalu shalat di masjid saat
shalat wajib. Padahal di keluarga anak laki-laki papah Cuma satu. Kebanyakan orangtua
biasanya melakukan sesuatu untuk mencontohkan anaknya. Anak laki laki papah kan
Cuma satu, bahkan sekarang udah masuk pesantren. Tapi tetep mau shalat di
masjid. bener bener salut. Tanpa peduli contoh atau bukan, shalat wajib harus
ke masjid.
Kemudian papah
sering bilang kalau lagu, musik, nyanyi itu haram. Padahal aku adalah anak yang
sangat suka musik dan lagu. Papah nggak pernah komen, atau marah saat aku putas
musik. Papah nggak pernah menyinggung tentang musik ketika aku lagi nyalain
musik. Sampe aku pernah nanya, “Pah, emang musik tu haram ya?”. Papah Cuma jawab,
“Yang penting nggak melalaikan,”.
Tapi dalam
keseharian, papah nggak pernah dengerin musik kecuali yang secara nggak sengaja
keputar di televisi. Selalu terang-terangan nggak suka musik. Dan dari perilaku
papah yang nggak banyak komen lah yang bikin aku sadar, kalau ada papah aku
jarang putar lagi atau musik. Aku jadi sadar diri kapan harus dengerin musik
dan enggak. Pasalnya jadi tau adab juga, bahwa ketika bersama orangtua nggak
baik menyetel lagu. Itu bisa membuat suasana keluarga jadi terganggu. Kan harusnya
ketika sama orangtua kita enjoy ngobrol.
Fakta yang
paling lain dari papah adalah penggunaan elektronik. Papah paling anti pegang
alat elektronik. Papah nggak mau punya ponsel android, papah selalu minta
dibeliin hp cliring (kalian tahu kan) untuk dibawa kemana-mana. Bahkan papah
juga nggak pernah nanya macem macem dari penggunaan ponselnya itu. Yang penting
papah tahu cara nerima telpon dan fungsi utama ponselnya adalah untuk lihat
jam. Kadang gemes, kalo papah dibilang gaptek si engga. Papah tau ko cara
ngebenerin beberapa barang elektronik. Lagian kalau diajarin sebentar bagaimana
cara penggunaannya, papah juga pasti bisa. Tapi dari semua pilihan itu, papah
memilih tidak. Maksudnya tidak mau belajar.
Kalau mau
diajarin main ponsel, pasti papah selalu bilang, “Hp papah itu buat jualan aja.
Nerima telpon orang dan lihat jam. Jadi gausah yang aneh aneh,”. Selalu kaya
gitu. Padahal kan di era 4.0 ini seakan akan orang udah nggak bisa hidup tanpa
hp. Iya nggak sih? Aku aja udah susah banget buat ninggalin hp, tapi kalau
lihat papah, aku menemukan kesederhanaan yang nggak ditemukan di semua orang.
Papah si
pengalah. Yang paling diingat sama papah adalah ketika papah beli sesuatu (paling
sering makanan). Terus udah dimakan dan masih ada sisa missal 2 atau 3, dan itu
adalah jatah papah karena semuanya udah makan. Tapi ketika salah satu dari kita
nanya, “Pah, dihabisin boleh nggak?”. Papah selalu jawab, “Ya, gunanya makanan
dibeli kan buat dihabiskan,”. Dan seketika kita anak anaknya yang merasa nggak
berdosa langsung nyerbu tanpa memikirkan papah udah makan atau belum.
Sampai akhirnya
sering liat kalau malam, papah ke dapur dan berisik. Tau taunya mau makan, dan Cuma
pake lauk garam atau terasi. Kita yang lihat sering merasa bersalah dan gaenak,
eh papah dengan santai bilang, “Emang papah sukanya makan pake terasi, lebih
nikmat.” Padahal lauk utamanya udah kita habisin.
Papah suka
masak. Pokoknya kalau nggak ada makanan atau lauk di meja, papah nggak pernah
ngeluh sedikitpun sama mamah. Bahkan seringkali, papah pergi ke pasar sendiri,
beli bahan sendiri, masak sendiri, dan akhirnya yang makan kita anak-anaknya. Papah
suka nyambel sendiri, papah sering goreng tempe sendiri. Intinya papah nggak
pernah minta ini itu. Menurut papah, kalau bisa dikerjakan sendiri kenapa harus
minta orang lain.
Karena giginya
yang semakin hari semakin habis juga jadi bikin papah punya makanan sendiri. Selalu
makan yang lembut-lembut. Kadang suka nguleg makanan keras sendiri. Misal
nguleg lanting. Tau lanting kan, makanan yang kerasnya alaihim. Nah, papah
punya kebiasaan makan tapi sebelumnya diuleg dulu. Kadang kita ketawain, tapi
papah nggak pernah marah atau malu. Itulah yang bikin aku belajar, kalau kita
bisa mengerjakan itu sendiri kenapa harus ngerepotin orang lain.
Dulu papah
perokok. Dulu banget. Dulu sering malu sama papah yang suka ngerokok. Sampai akhirnya,
ketika papah sadar ngerokok itu nggak baik dan paham hadist tentang menyakiti
diri sendiri itu diharamkan, papah langsung berhenti merokok. Dan kalian tahu,
bagi seorang perokok, berhenti dari merokok bukanlah hal yang mudah. yang
ketika kita bilang mau berhenti merokok terus secara bimsalabim esoknya kita
berhenti merokok. Nggak gitu. Papah juga melewati masa sulit untuk benar benar
hilang selera merokoknya.
Mungkin saat
papah sembuh dari merokok aku nggak lihat perjuangan papah. Tapi kudapatkan
cerita dari adik dan kakakku yang di rumah, aku jadi tahu, berhenti merokok itu
nggak mudah. pantes banyak orang yang sudah kecanduan merokok dan mereka bilang
mau berhenti merokok itu nggak semena-mena besoknya berhenti. Bulshit!
Tapi bukan
berarti nggak bisa. Dari papah juga aku jadi belajarm bahwa seseorang bisa
berhenti merokok. Yang paling utama adalah niat untuk berhenti merokok yang
datang dari hati, dan tentunya dibarengi dengan lingkungan yang mendukung untuk nggak merokok. Nggak mesti keluarga,
teman atau siapapun juga bisa. Tapi jangan pernah menjadikan alasan ketika kamu
kambuh adalah karena kamu berada di lingkungan perokok. Nggak gitu. Jangan salahin
orang lain. Kamu sendiri yang salah, kalau niat dan mau pasti akan dengan
sendiri mendekat kepada lingkungan yang bukan perokok, atau tidak tergoda untuk
tidak merokok.
Walaupun segalanya
butuh proses.
Menurutku papah
bisa menyelesaikan prosesnya dengan cepat. Bahkan aku nggak nyangka ketika
ketemu papah sudah dalam keadaan tidak merokok lagi. Bangga, sedih, haru senang
dan pokoknya benar benar bangga. Benar benar merasa hebat punya papah sekuat
papah. Kuat iman dan usahanya untuk berkomitmen. Padahal papah berhenti merokok
di usia yang nggak muda. Jadi pasti candu rokoknya sudah sangat kuat. Tapi beliau
bisa. Dan nggak Cuma janji sembarang mau berhenti merokok. Dari hati.
Dan proses
papah inilah yang membuat aku jadi mudah menyepelekan perokok. Karena laki laki
yang aku percaya di dunia ini sudah tidak merokok dan mengatakan bahwa merokok
tidak baik. Jadi maaf kalau ada di antara kalian yang perokok, dan aku
memandang dengan tatapan yang tidak enak. Ekspresi itu datang dengan sangat
naluriah.
Dan yang
paling terakhir, papah adalah orang yang sangat tidak suka hari ulangtahunnya
diingatkan. Kata beliau, merayakan hari ulang tahun itu bukan budayanya orang
islam. Sepatutnya orang islam itu mensyukuri seluruh kehidupannya setiap hari. Nggak
membedakan mana yang istimewa mana yang tidak. Jangankan dirayakan, diucapkan
selamat ulang tahun juga jawabannya akan begini,
“Helah,
ulangtahun-ulangtahun apa sih,”
Haha…
awalnya kaya mikir, kok papah nggak seru ya nggak mau dirayain. Padahal kan
biasanya semua anak mengucapkan Happy Birthday sama orangtuanya. Tapi beliau
beda. Sampai akhirnya kita terbiasa nggak mengucapkan apapun saat ulangtahun
papah.
Makanya,
hari ini aku mau mendedikasikan tulisan ini untuk papah. Yaa… walaupun papah
yang Cuma punya hp cliring mungkin nggak akan baca tulisanku. Tapi aku Cuma mau
ngasih tau sama kalian semua, bahwa papahku itu Hero. Papahku itu benar benar
membanggakan. Papahku itu luarbiasa. Dan papahku benar benar menyenangkan.
Sosok
kebaikan papah yang selalu aku jadikan contoh untuk seorang yang kelak jadi
suamiku. Ya, walaupun siapapun orang itu mungkin nggak akan bisa meniru papah
karena mereka bukan papah. Tapi setidaknya aku banyak belajar dari karakter
papah.
Masih banyak
sifat papah yang lain. Yang nggak akan bisa dituang dalam satu cerita. Akan ada
banyak episode untuk menceritakan tentang papah.
Dan aku Cuma
mau bilang, seberapa dewasanya aku, sampai aku sudah masuk kepala dua, rasa
gengsi untuk mengatakan aku sayang papah itu jadi setinggi menara. Yang mungkin
siapapun nggak akan menjangkau apalagi melewatinya untuk menyampaikannya sampai
ke telinga papah. Dan aku yang jarang bicara tentang perasaan sama papah, Cuma bisa
menyampaikan lewat tulisan di blog pribadi yang takkan papah baca, bahwa aku
sayang papah.
Selamat hari
papah. Semoga papah selalu Allah SWT lindungi. Papah yang semakin tua dan aku
yang juga semakin dewasa. Semoga aku bisa menjadikan semua usaha dan prestasiku
untuk dijadikan kebanggaan papah. Bukan Cuma bikin papah senyum di dunia, tapi
di akhirat juga. Insyaallah nggak lepas doa untuk mamah papah. Nggak ada yang
dilewatkan seluruh perjuanganku buat mamah papah. Di dunia aku bisa kasih
prestasi dan bikin mamah papah bahagia. Tapi nanti diakhirat, bisa ikut
menyumbang bata dan semen untuk bangun rumah mamah papah di surga. Amiin.
Semoga kalau
ada aku amal sedikit, Allah SWT yang tahu malam ini aku sedang nulis, Allah
kabulkan doa dari seorang aku yang masih banyak dosa. Amiiin.
Barakallah
Papah. Love You //
Penuh cinta,
anakmu,
Ossid Duha
19619
Komentar
Posting Komentar