[Berpendapat #2] : Ngomongin Kebahagiaan
Assalamu’alaikum. Halo guys.
Sebenarnya aku tahu, narasi seperti
ini atau opini kayak gini lebih bagus dijelaskan dalam bentuk audio. Maybe bisa podcast or video. Tapi nggak tahu kenapa, aku masih belum percaya
diri untuk menjelaskannya secara verbal audio. Tapi aku selalu kepikiran untuk
menuangkan argumen ini dan entah pada siapa. So sekali lagi, blog yang entah ada pembacanya atau engga ini masih
jadi tempat favorit untuk buang-buang opini.
Hope you enjoy guys.
Realistis X Inspiratif
Jadi beberapa hari ini, aku sedang
banyak diskusi sederhana dengan satu temanku yaitu Peni. Dia anak Akuntansi di
kampusku yang juga teman seasrama sejak SMP. Tapi faktanya, sejak SMP kami
nggak dekat, dan baru mulai dekat sejak masuk kuliah karena kita punya ketertarikan
yang sama yaitu anime. Aku tahu bahwa Peni ini orang yang cukup tertata dalam
hidupnya, berkonsep dan punya peraturan yang cukup ketat untuk dirinya sendiri.
Dari 8 teman asramaku yang lain, Peni ini jauh lebih berkonsep dan lebih ketat
peraturan untuk dirinya sendiri.
Nah, suatu hari dia pernah bertanya
seperti ini, “Sid, apa yang bisa
membuatmu benar-benar happy di dunia ini?”
Pertanyaan seperti ini sering
menjebak. Aku nggak tahu kalian merasa seperti itu atau engga, tapi aku sering
terjebak sama pertanyaan seperti ini. Makanya aku langsung lontarkan pertanyaan
balik.
“Jawaban realistis atau jawaban
inspiratif?”
Lalu dia nanya dulu, “Kalau jawaban
inspiratif maksudnya gimana?”
Langsung kujawab begini :
Menurutku, yang membuat aku
benar-benar bahagia adalah aku masih diberi keimanan pada Tuhanku yaitu Allah
SWT dan agamaku, Islam. Aku merasa, meskipun aku terlihat nggak ‘akhwat banget’,
tapi jujur aku selalu merasa bahagia dan beruntung bahwa aku terlahir di
keluarga yang islam dan mendukung aku untuk mengukuhkan iman. Orangtuaku adalah
orang yang sangat prioritas soal urusan agama, meski nggak memaksa anak-anaknya
untuk sekuat kepercayaannya.
Entah kenapa, ketika aku mulai
bebas keluar asrama untuk kuliah dan explore
dunia luar, aku banyak lihat fenomena penyelewengan dalam beragama dan beberapa
orang yang kulihat tidak tertarik dengan diskusi agama. Dan itu membuat pikiran
dan sikapnya bertentangan dengan apa yang biasa kulakukan. Dan itu juga
berkaitan dengan happiness. Seperti fenomena
banyaknya orang insecure di dunia
luar yang kayaknya aku nggak pernah mengalami itu, karena setiap aku merasa
nggak bersyukur atau sedang insecure,
aku selalu punya Allah. Meski kelihatan aneh bagi beberapa kepercayaan, aku
merasa bahwa kalimat ‘Kita masih punya Allah’ itu maknanya besar banget buat
aku.
Alhamdulillah sampai hari ini,
walaupun masih sering terlambat atau kesiangan atau bahkan bolong, aku masih
selalu senang bisa tahajud di sepertiga malam dan berkeluh kesah tentang masalah
atau evaluasi kesenanganku. Keinginanku untuk bangun di sepertiga malam itu
sudah nggak di dasari peraturan lagi. Dulu, mungkin ketika masih sekolah, sengaja
bangun tahajud untuk memenuhi ceklis di mutabaah harian. Tapi sekarang, aku
merasa tahajud adalah kebutuhanku.
Yaa, walaupun banyak orang masih
nggak percaya sama usahaku soal ini, Tapi sekali lagi, yang berhak menilai
tahajudku ikhlas atau engga adalah Allah. Aku nggak peduli manusia mau berpikir
seperti apa, karena kita juga nggak punya hak untuk memaksa mereka tahu siapa
aku.
Jadi jawaban inspiratifku, Allah is
my happiness.
Jawaban Realistis
So, whats your real answer for question ‘whats your happiness’?
-Oya aku mau luruskan dulu. Maksudku
jawaban realistis adalah jawaban duniawi yang saat ini aku nggak munafik bisa
membuatku sungguh bahagia berada di dunia ini-
Whats that?
Money. Yeah, uang.
I think ini dirasakan dan dinikmati semua orang. Ma happiness adalah bisa jalan-jalan,
bisa belanja, bisa makan makanan kesukaanku, bisa share something ke orang, bisa
modis, bisa tinggal di rumah nyaman dan lain-lainnya yang aku rasa semuanya
masih harus dibayar pakai uang.
Iya kan?
Aku rasa di dunia ini nggak ada
orang yang ingin hidup tanpa uang kan. Ya nggak usah membohongi diri sendiri
sih, segala kebutuhan kita di dunia ini, nilai tukar yang sah dan diakui di
seluruh dunia masih pakai uang. Sekalipun kamu bilang nggak ingin kaya, tapi
setidaknya masih butuh uang buat makan dan tetap hidup kan. Nggak mungkin kamu
mau menukarkan organ tubuhmu dijual untuk beli makan kan. Itu konyol.
-Oya, ini masih percakapan yang
kubahas dengan Peni ya-
Peni yang dengar jawabanku cuma
manggut-manggut sih, dia nggak terlalu banyak berkomentar. Mungkin dia juga
agak kaget karena aku jawabnya agak sedikit ngotot hehe. Tapi kami nggak
berdiskusi satu arah kok guys, Peni
juga menanggapi jawabanku. Tapi memang hampir pikiranku soal uang ini diiyakan
sama dia. Artinya kita satu frekuensi.
Mungkin kalau kalian berpikir aku
terlalu duniawi karena menyatakan bahwa uang adalah kebahagiaanku, sebaiknya
kalian baca dari atas deh. Aku hanya memberi jawaban realistis, yang mana digunakan
untuk kebutuhan duniawi. Kebutuhan kita di dunia ini kan ada banyak, kalau
menurut agama dikategorikan kebutuhan spiritual dan kebutuhan duniawi, kalau
dalam bahasa kehidupan ada kebutuhan fisik dan kebutuhan jiwa, ya kalau kujawab
per kategori pasti bakal lebih banyak lagi.
Tapi intinya, uang masih jadi
ukuran bahagia.
Misalnya juga ya. Aku akan semakin
rajin shalat atau baca quran, ketika aku bisa punya mukena yang bagus atau
quran yang bagus. Nah salah satu untuk mendapatkannya adalah dengan uang.
Mungkin kalian bilang, “Berarti Ossid
nggak percaya sama Allah karena masih mengukur segalanya pakai uang,”. Yaa
kalian bebas berpendapat lah.
Tapi maksudku begini, aku percaya
kita bisa minta apa aja sama Allah. Tapi Allah memberikan itu ke kita pasti
lewat perantara kan, salah satunya dengan uang. Uang itu kan salah satu
rezekinya Allah. Aku cuma mengkhususkan kata rezeki Allah menjadi uang. Yaa
meskipun, apa yang kita mau itu bisa juga diberikan lewat perantara pemberian
manusia dalam bentuk langsung barang atau hal yang kita mau.
Tapi pun itu dibeli pakai uang kan?
Gimana sih ya menjelaskannya.
Intinya begitu lah guys.
Aku hanya menyampaikan pendapat,
mungkin kalian bisa thinking lebih dalam
lagi soal kebahagiaan kalian. Karena buat aku bisa menjawab pertanyaan Peni
dengan tajam ini adalah bukan karena tiba-tiba kepikiran lewat aja, tapi aku
merumuskannya dan menjawabnya dengan bahasa yang sangat kutata. Artinya, sudah
banyak hal yang aku jadikan riset untuk kebahagiaanku sendiri.
Kalian bisa tanya ke diri kalian
masing-masing. Jawaban itu nggak akan kalian dapat sekejap, tapi bisa kalian
dapatkan perlahan bersama hal-hal yang kalian lakukan tiap hari.
So, jawaban realistisku adalah uang.
Oke ganti tema. Kemudian Peni nanya lagi. Ini pertanyaan sederhana sih.
“Oke. Terus Sid, ini pertanyaan hepi-hepi. Apa hal yang paling membuat lu
bahagia?”
Nah, garis bawahi kalimat ‘hal
yang paling membuat lu bahagia’. Ini hal ya. Berarti kegiatan atau
aktivitas yang sangat aku senangi. Jawabannya adalah :
“Aku merasa sangat bahagia ketika
bisa jalan-jalan sendirian ke tempat yang ramai,”
Ya. Ini sedikit aneh, tapi ini yang
aku rasakan. Aku bahagia ketika ngobrol sama teman, aku bahagia ketika bisa
makan makanan kesukaanku, aku bahagia ketika selesai bekerja, aku bahagia punya
teman banyak, aku bahagia bisa jadi orang yang mandiri, tapi aku paling bahagia
ketika bisa pergi jalan-jalan sendiri ke tempat ramai.
Jadi intinya, aku aneh guys wkwk.
Tiap orang punya keanehan
masing-masing yang nggak selalu harus bisa ditoleransi orang lain. So, jangan
merasa rendah. Aku orang yang sangat suka bersosialisasi, tapi puncak
kesenanganku adalah ketika aku sedang sendiri. Aku rasa itu wajar.
Hehe.
Oya, soal berpergian sendirian ini
pernah aku bahas di artikel di kolom Me yg judulnya >> Suka Sendirian (btw bisa di klik
aja judulnya yaa)
Di sini Peni nggak berkomentar.
Karena pertanyaan ini, jawabannya mutlak di aku kan hehe. Dan sekali lagi, aku hanya beropini
teman-teman, kalian bisa menilaiku salah benar. Akupun bisa nggak suka dengan
kebiasaan kalian meski kalian mengatakan bahwa itu hal yang wajar. Atau
sebaliknya kan.
Tapi coba yuk diskusi, hal apasih
yang kalian suka dan ga suka. Atau mungkin kalian punya opini lain soal happiness. Siapa tahu pikiranku juga bisa
terbuka soal happiness ini. Percayalah,
bertukar pikiran bisa memperkaya tata bahasa dan pola pikir kita. Sekaligus bisa
melatih kita jadi orang yang tahu bagaimana etika dan caranya bertoleransi
dengan baik dan benar.
Percayalah guys, sharing is caring.
Lets be friend at my social media.
Ig : @ossidduha
Or my email : ossidduha.co@gmail.com
Jakarta, 16720
Salam sayang
Komentar
Posting Komentar